Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi,) Gibran Rakabuming Raka, dan menantunya, Bobby Nasution, akhirnya memantapkan langkah untuk terjun ke dunia politik. Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menyebutkansosok Jokowi akan sangat mempengaruhi pandangan publik untuk memilih Gibran dan Bobby. Menurutnya, hal ini dikarenakan adanya kemungkinan publikyangmemang ingin memilih calon pemimpinnya dari keluarga Jokowi.
Pasalnya, menurut Pendiri dan CEO Voxpol Center Research and Consulting itu, sejauh ini Jokowi masih memiliki citra positif. Oleh karena itu, Pangi menuturkan, Jokowi akan menjadi coat tail effect bagi Gibran dan Bobby. Sekalipun, akan tetap ada sebagian sentimen negatif terkait majunya keluarga Jokowi ke ranah politik.
Pangi menyampaikan, sentimen negatifitu timbul karena adanyakekhawatiran publik soal dinasti politik dan oligarki yang dibangun keluarga Jokowi. "Sejauh ini, citra Pak Jokowi masih bagus, Pak Jokowi menjadi coat tail effect Gibran dan Bobby walaupun tetap ada sebagian sentimen negatif, resisten dengan majunya keluarga Jokowi karena mereka khawatir soal dinasti politik dan oligarki yang sedang dibangun keluarga Jokowi," jelasnya. Menurut Pangi, jikamelihat masuknya keluarga Jokowi ke kancah politik dari segi sentimen atau citra publik, maka publik akan banyak yang menyatakan keputusan itu kurang tepat.
"Yang jelas adalah kalau dari segi sentimen atau citra publik, tentu banyak yang menyatakan kurang tepat," ujarnya. Pangimenambahkan, publik akan menafsirkannyasebagai langkah membangun politik dinasti dan memanfaatkan jabatan presiden. Selain itu, majunya dua anggota keluarga Jokowi ke Pilkada 2020 juga dikhawatirkan dapat menggerus citra Jokowi.
"Dianggap ini hanya akan membangun dinasti politik, tidak baik bagi citra Pak Jokowi sendiri, dianggap memanfaatkan jabatan presiden untuk memuluskan (usaha pencalonan wali kota) misalnya Gibrandan Bobby," tutur Pangi. Pangi menuturkan saat ini yang paling menjadi sorotan publik adalah Gibran, yakni terkait konsistensi sikapnya yang sebelumnya dikampanyekan oleh Jokowi. Menurut Pangi, anak anak Jokowi dikenal tidak seperti anak anak presiden sebelumnya yang turut terjun ke kancah politik maupun menjabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Yang dibaca publik sebenarnya bukan Bobby tapi Gibran, yakni konsistensi sikapnya yang dulu pernah dikampanyekan Jokowi bahwa anaknya tidak ada yang ikut ikutan dalam politik praktis, tidak ada yang jadi komisaris, tidak ada yang jadi direktur di perusahaan, tidak ada anaknya yang ikut di BUMN, tapi anaknya fokus aja pada bisnisnya," kata Pangi. Kondisi yang terjadi saat ini berbeda denganapa yang dikenal publik sebelumnya. Seiring berjalannya waktu, putra sulung Jokowi itu akhirnya tertarik untuk terjun dalam politik praktis.
Namun, menurut Pangi, terjadinya pergeseran sikap dalam berpolitik adalah hal yang wajar. "Namanya politik kan terjadi pergeseran sikap dan perilaku," kata Pangi. "Di tengah jalan ternyata Gibran masuk ke politik praktis, termasuk menantunya, Bobby Nasution," sambungnya.
Pangi menambahkan, masuknya Gibran dan Bobby dalam dunia politik bisa saja menggunakan berbagai alasan, termasuk soal keinginan berbuat lebih banyak. "Dia bisa beralasan sebanyak mungkin termasuk dengan (alasan melalui) jalur politik lebih bisa berbuat banyak ketimbang hanya menjadi pengusaha atau pedagang," ujarnya. Pangimenjelaskan, terdapat perbedaan tafsir antara publik dan elite.
"Jadi tafsir publik dengan tafsir elite itu berbeda," tegasnya. Menurut Pangi, tafsir elite akan cendurung mendorong momentum ini untuk dimanfaatkan sebaik mungkin. "Tafsir elite mungkin mendorong momentum ini dimanfaatkandengan baik karena ada momentum yang pas," ujarnya.
Sementara itu, Pangi mengatakan, bagi tafsir publik, kemungkinan akan lebih banyak yang menilai saat ini bukan waktu yang tepat untuk Gibran dan Bobby mencalonkan diri sebagai wali kota. "Bagi tafsir publik, mungkin juga mengatakan lebih baik jangan dulu," kata Pangi. "Setelah nanti Pak Jokowi selesai baru maju gitu," sambungnya.
Menurut Pangi, ketika Gibran dan Bobby terjun ke kancah politik pada saat Jokowi masih menjabat sebagai presiden, muncul kekhawatiran publik akan adanya konflik kepentingan. "Dikhawatirkan terlalu banyak conflic of interest , atau memanfaatkan fasilitas negara, kemudian ada kelompok kelompok yang sengaja menjerumuskan Pak Jokowi dan keluarganya misalnya pada hal hal nepotisme," jelasnya. Sementara itu, memandang dari tafsir elite, menurut Pangi, sejauh ini pencalonan Gibran dan Bobby memang pada momentum politik yang tepat.
Lebih lanjut, Pangi menyampaikan, hal itu sah sah saja dalam dunia politik "Kalau tafsir elite, sepanjang ini memang momentum politik yang pas dan ini memang sah sah saja," kata Pangi. "Tidak ada soal politik dinasti ini melanggar hukum, nah itu nggak akan menjadi masalah rumit," lanjutnya.
Menurut Pangi, anak dan menantu Jokowi itu berpeluang besar untuk terpilih dalam Pemilihan Wali Kota 2020. "Kalau kita melihat dua sosok ini, yang satu anaknya Jokowi, yang satu menantunya, peluang mereka terpilih sangat besar," ujarnya. Menurutnya, hal ini tidak akan menjadi masalah yang rumit sepanjang Jokowi tidak terkesan mengatur atau bahkanmenginterferensi majunya Gibran dan Bobby di Pilkada 2020.
Pasalnya hal itu akan menambah keraguan publik untuk dapat memastikan tidak ada konflik kepentingan. "Tetapi bagaimana kemudian Pak Jokowiuntuk tidak terlalu terkesan mengatur, menginterferensi bahkan mendesain atau terkesan seolah olah memuluskan itu yang agak rumit untuk memastikan tidak terjadi conflic of interest itu di antara orang orang yang ingin mencari muka," jelas Pangi.
Comment here