Presiden keenam Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyarankan tujuh hal berikut dalam melakukan penyelidikan dan penyelesaian kasus Jiwasraya. SBY menyarankan pemerintah fokus terhadap tujuh hal berikut untuk menangani kasus asuransi pelat merah tersebut. Seperti yang ramai diberitakan, Asuransi Jiwasraya terlilit kasus gagal bayar.
Menurut penuturan Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna, penyebab utama gagal bayarnya Jiwasraya karena adalah kesalahan dalam mengelola investasi di dalam perusahaan. Jiwasraya kerap menaruh dana di saham saham berkinerja buruk. "Saham saham yang berisiko ini mengakibatkan negative spread dan menimbulkan tekanan likuiditas pada PT Asuransi Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar," kata Agung di BPK RI, Jakarta, Rabu (8/1/2020).
SBY sendiri sempat mengatakan kalau beliau mempersilahkan jika periode pemerintahannya menjadi pihak yang disalahkan dan diminta bertanggung jawab. "Kalau di negeri ini tak satu pun yang mau bertanggung jawab tentang kasus Jiwasraya, ya salahkan saja masa lalu," kata SBY, seperti diungkapkan asisten pribadinya, Ossy Dermawan lewat akun Twitter @OssyDermawan, Jumat (27/12/2019). Menurut SBY, publik pun tahu bahwa krisis Jiwasraya mulai terjadi dalam kurun 2018 2019.
Kini SBY pun memberikan sarannya untuk pemerintah dalam melakukan penyelidikan dan penyelesaian kasus Jiwasraya. Pertama, pemerintah harus dapat memastikan berapa besaran kerugian negara yang ditimbulkan akibat hal tersebut. Meski sejumlah pihak termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah memperkirakan bahwa kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun, namun investigasi atas kerugian negara harus dilakukan secara akurat.
Kedua, aparat penegak hukum perlu memastikan penyebab utama jebolnya keuangan di BUMN asuransi ini. “Benarkah jebolnya keuangan di BUMN ini karena penempatan ( placement ) dana investasi perusahaan pada saham saham yang berkinerja buruk? Penempatan dana perusahaan yang ceroboh dan keliru ini disengaja atau tidak?” tulis SBY dalam catatan yang diunggah melalui akun Facebook pribadinya, Senin (27/1/2020). “Apakah memang penempatan dana korporat yang salah ini disengaja karena ada yang ingin mengambil keuntungan secara pribadi?” imbuh dia.
Berikutnya, harus dipastikan siapa yang membobol Jiwasraya. Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman, mantan Direktur Keuangan Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Syahmirwan.
Kemudian, bos PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. “Benarkah hanya 5 orang sebagaimana yang diduga oleh Kejaksaan Agung kita? Adakah aktor intelektual yang bekerja “di belakang”? Hal ini sangat penting agar negara tidak salah mengadili dan menghukum seseorang,” ungkapnya. Selanjutnya, aparat penegak hukum juga harus memastikan apakah ada aliran dana dari kasus ini yang digunakan sebagai dana politik.
Menurut dia, tuduhan seperti ini sama seperti kasus bailout Bank Century terjadi pada masa kepemimpinannya. Bahkan, pada saat itu DPR sampai membentuk panitia khusus untuk mengusutnya lantaran menduga ada aliran dana yang masuk ke timses SBY saat Pilpres 2009 lalu. “Karenanya, untuk membersihkan nama baik partai politik tertentu dan Presiden Jokowi sendiri, penyelidikan tentang hal ini patut dilakukan. Biar gamblang, dan rakyat mendapatkan jawabannya. Saya pribadi tidak yakin kalau Pak Jokowi sempat berpikir agar tim suksesnya mendapatkan keuntungan dari penyimpangan yang terjadi di Jiwasraya tersebut,” ujarnya.
Pemerintah, imbuh dia, juga harus menjamin dana nasabah aman. Oleh karena itu, perlu diketahui berapa besaran uang rakyat yang harus dijamin dan dikembalikan tepat pada saatnya. Hal itu agar tidak ada satu pun masyarakat yang dirugikan dalam kasus ini.
Apalagi, sebut SBY, yang menjadi korban dari kasus ini tak hanya WNI tetapi juga ada yang dari Korea Selatan sebanyak 474 orang dengan nilai Rp 574 miliar. “Kalau tidak ada jaminan yang pasti, dikhawatirkan akan mengurangi kepercayaan para nasabah asuransi di Indonesia secara keseluruhan. Juga akan merusak kepercayaan pasar, baik domestik mupun internasional, terhadap sistem dan pengelolaan keuangan di negeri kita,” pungkasnya. Keenam, SBY menyarankan, agar investigasi juga diarahkan untuk mencari kaitan modus kejahatan yang terjadi di Jiwasraya dengan BUMN lain.
Hal itu disebabkan tidak menutup kemungkinan terjadinya kejahatan yang terorganisasi yang dilakukan oleh aktor intelektual di belakangnya. Terakhir, pemerintah juga harus mencari solusi dan penyelesaian ke depan secara menyeluruh. Misalnya, dengan memperbaiki pemberian sanksi kepada para pelakunya, menyehatkan kembali keuangan korporat serta memberikan jaminan dan pengembalian uang milik nasabah.
“Ke depan harus ditingkatkan kepatuhan kepada undang undang, sistem dan aturan; ‘judgement’ jajaran manajemen yang jauh lebih baik; serta pengawasan yang lebih seksama dari otoritas jasa keuangan, parlemen dan pemerintah terhadap jajaran BUMN,” ungkapnya. Khusus pemberian jaminan dan pengembalian uang nasabah, SBY menyarankan agar dibentuk Lembaga Penjamin Polis melalui sebuah undang undang, agar didapat kepastian hukum untuk itu. Pemerintah, sebut dia, memang terlambat menjalankan kewajibannya untuk membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut.
"Kalau Undang Undang Nomor 40 Tahun 2014 yang saya tandatangani pada bulan Oktober 2014 dulu diindahkan dan dilaksanakan, maka paling lambat bulan Oktober 2017 kita sudah punya Lembaga Penjamin Polis," ujarnya. “Namun, dalam suasana seperti sekarang ini tak perlulah pemerintah harus disalahkan secara berlebihan. Tak baik mengambil keuntungan politik ketika orang lain sedang susah. Tak ada pahalanya. Yang penting, pemerintah segera menerbitkan undang undang dan membentuk Lembaga Penjamin Polis tersebut,” tandasnya.
Comment here